FILSAFAT
YUNANI
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Filsafat
Dosen
Pengampu: Hasanain Haikal Hadining, S.H., M.H.

Disusun
Oleh:
Kelompok
5
1. Zuni Ulfiana (1720110055)
2. Alisya Ramadhina Ainur R. (1720110056)
3. Noor Rachmatun Ni’mah (1720110057)
4. Zulia Ainun Sari (1720110058)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM
STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
TAHUN
2017
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang
Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala
sesuatunya harus diterima sebagai seuatu kebenaran yang bersumber pada mitos
atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak
berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos
(dongeng-dongeng).
Setelah
pada abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos.
Mereka menginginkan pertanyaaan tentang misteri alam semesta ini jawabannya dapat
diterima akal (rasional).[1] Keadaan
yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran
untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.
Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berpikir ini
kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan
akal pikir secara murni. Maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle
yang artinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.[2]
Berdasarkan
hal diatas, bahwa tokoh-tokoh yang berperan mengungkapkan segala argumentasinya
untuk menelaah tentang kebenaran-kebenaran yang muncul sekitar abad 6 SM.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah munculnya filsafat
Yunani ?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi
munculnya filsafat Yunani?
3. Bagaimana pemikiran-pemikiran para tokoh
yang muncul dalam filsafat Yunani ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya
filsafat Yunani
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya filsafat Yunani
3. Untuk mengetahui pemikiran masing-masing
tokoh yang tergolong filsafat Yunani
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Filsafat Yunani
Yunani
terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang,
sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka
dapat menguasai jalur perniagaan di Laut Merah.
Keabsahan
mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan yang mewarnai kepercayaan yang
dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan lain, sehingga beranggapan bahwa hubungan
manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya, kedudukan Tuhan
terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan
yang bersifat formalitas (natual religion) tidak memberikan kebebasan
manusia, ini ditentang oleh Homerus dengan dua buah karyanya yang terkenal,
yaitu Illias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat
nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikan besar peranan karya
Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya, masyarakat
lebih kritis dan rasional.
Abad
ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang kepercayaannya bersifat rasional (cultural
religion) menimbulkan pergeseran.[3]
Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan menyatu dengan kehidupan
manusia. Sistem kepercayaan yang natural religious berubah menjadi
sistem cultur religious.
Sistem
kepercayaan natural religious ini
manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam kepercayaan cultural religious ini memungkinkan
manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat
mengembangkan pemikirannya untuk menghadapi dan memecahkan berbagai misteri
kehidupan / alam dengan akal pikiran.
Ahli
pikir pertama kali yang muncul adalah Thales ( 625-545 SM ) yang berhasil mengembangkan
geometri dan matematika, Liokippos dan Demokritos mengembangkan teori materi;
Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran; Euclid mengembangkan geometri
deduktif; Socrates mengembangkan teori tentang moral; Plato mengembangkan teori
ide; Aristoteles mengembangkan teori yang menyangkut dunia dan benda dan
berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu
keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem
pengaturan pemikiran ( logika formal ) yang sampai sekarang masih dikenal.
Para
ahli pikir Yunani Kuno mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun sebelumnya
sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul
alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal usul serta sifat kejadian-kejadian
dalam alam semesta), sehingga konsep mereka sebagai mencari arche (asal mula) alam semesta dan
mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Arah
pemikiran filsafatnya pada alam semesta, maka corak pemikirannya disebut kosmosentris.
Sedangkan para ahli pikir seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles yang hidup
pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka corak
pemikiran filsafatnya disebut antroposentris. Hal ini disebabkan arah pemikiran
para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang
harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.[4]
B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Munculnya
Filsafat Yunani
Terdapat
tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani lahir, yaitu:
a. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos
(dongeng), dimana mitos dianggap sebagai awal dari upaya orang untuk mengetahui
atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang
untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional,
seperti syair karya Homerus,Orpheus dan lain-lain.
b. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap
sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya Homerus mempunyai kedudukan
yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang didalamnya
mengandung nilai-nilai edukatif.
c. Pengarah ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal
dari Babylonia (mesir) di lembah Sungai Nil. Kemudian berkat kemampuan dan
kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya
tidak didasarkan pada aspek praktisnya saja, tetapi juga aspek teoritis
kreatif.[5]
Dengan
adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal),
sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Pengertian
filsafat pada saat itu masih berwujud ilmu pengetahuan yang masih global,
sehingga nantinya satu demi satu berkembang dan memisahkan diri menjadi ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri.
C. Periodesasi Filsafat Yunani
Pada
zaman Yunani ini terbagi menjadi dua periode, yaitu: periode Yunani Kuno dan
periode Yunani Klasik.
a. Yunani Kuno
Periode
Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena
pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah
dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka
membuat pernyataan-pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati
(berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas
yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di
belakang segala sesuatu yang serba berubah.[6]
1. Thales (625-545 SM)
Nama
Thales muncul atas penuturan sejarawan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales
sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Thales
mengembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat
dasar dan struktur komposisi dari alam semesta. Menurut pendapatnya semua yang
berasal dari air sebagai materi dasar kosmis. Sebagai ilmuwan pada masa itu ia
mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Juga
mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat bahwa bulan
bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana
matahari dan adalah bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki
adalah sama besarnya. Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga
sebagai the father of deductive reasoning (bapak penalaran deduktif).
Oleh karenanya, Thales diangggap sebagai pelopor geometri abstraks yang
didasarkan kepada petunjuk pengukur banjir yang implementasinya dengan
membuktikan dalil-dalil geometri yang salah satunya: bahwa kedua sudut alas
dari suatu segitiga sama kaki adalah sama besarnya.[7]
2. Anaximandros (640-546 SM)
Ia
adalah orang pertama yang mengarang suatu traktat dalam kesusastraan Yunani dan
berjasa dalam bidang astronomi, geografi, sehingga ia menjadi orang pertama
yang membuat peta bumi. Ia berhasil memimpin sekelompok orang yang membuat kota
baru di Apollonia, Yunani. Pemikirannya dalam memberikan pendapat tentang Arche
(asas pertama alam semesta), ia menunjuk dan memilih pada sesuatu yang tidak
dapat diamati indra, yaitu to apeiron, sebagai sesuatu yang tidak
terbatas, abadi sifatnya, tidak berubah-ubah, ada pada segala-galanya dan
sesuatu yang paling dalam. Pendapatnya yang lain, bumi seperti silinder, lebarnya
tiga kali lebih besar dari tingginya, bumi tidak terletak atau bersandar pada
sesuatu pun. Mengapa bumi tidak jatuh? Karena bumi berada pada pusat jagat
raya.[8]
3. Pythagoras (572-497 SM)
Pythagoras
dilahirkan di Samos antara tahun 580-570 SM. Kemudian bermigrasi ke daerah
koloni Grik di bagian selatan Italia pada tahun 529 SM karena sikap oposisinya
terhadap pemerintahan tirani di bawah pemerintahan Plykrates. Sikapnya yang loyal
terhadap golongan aristokrat, menyebabkan ia meningggalkan daerahnya dan pindah
ke kota Krotona. Di tempat ini, ia mendirikan perkumpulan agama yang terkenal
sebagai mazhab Pythagorean.[9]
Pemikirannya,
substansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam merupakan
pengungkapan indrawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Bilangan
merupakan inti sari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda (number rules the
universe = bilangan memerintah jaga raya). Ia juga mengembangkan pokok soal
matematik yang termasuk teori bilangan. Umpamanya, dikembangkannya susunan
bilangan-bilangan yang mempunyai bentuk geometris.
Pemikirannya
tentang bilangan, ia mengemukakan bahwa setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10
mempunyai kekuatan dan arti sendiri-sendiri. Satu adalah asal mula segala
sesuatu sepuluh, dan sepuluh adalah bilangan sempurna. Bilangan gasal (ganjil)
lebih sempurna daripada bilangan genap dan identik dengan finite
(terbatas). Salah seorang penganut Pythagoras mengatakan bahwa Tuhan adalah
bilangan tujuh, jiwa itu bilangan enam, badan itu bilangan empat.
Pythagoras
yang mengatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan
yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Keharmonisan dapat
tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti:
-
Terbatas
– tak terbatas;
-
Ganjil
– genap;
-
Satu
– banyak;
-
Laki-laki
– perempuan;
-
Bujung
sangkar – empat persegi panjang;
-
Diam
– gerak;
-
Lurus
– bengkok;
-
Baik
– buruk;
-
Terang
– gelap;
-
Kanan
– kiri;
Menurut
Pythagoras, kearifan yang sesungguhnya hanya dimiliki oleh Tuhan saja, oleh
karenanya ia tidak mau disebut sebagai orang arif seperti Thales, akan tetapi
menyebut dirinya sebagai philosophos yaitu pencipta kearifan. Istilah
philosopos ini kemudian menjadi philosophia yang terjemahannya secara harfiah
adalah cinta kearifan atau kebijaksanaan. Sampai sekarang secara etimologis dan
singkat sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau
kebijaksanaam (love of wisdom).
Sebagai
seorang yang ahli matematika abadi ia dengan dalilnya: jumlah dari luas dua
sisi sebuah segi tiga siku-siku adalah sama dengan luas sisi miringnya (
).[10]
4. Xenophanes (570- ? SM)
Lahir
di Xolophon, Asia kecil. Waktu berumur 25 tahun ia mengembara ke Yunani. Ia
lebih tepat dikatakan sebagai penyair dari pada ahli pikir (filosof), hanya
karena ia mempunyai daya nalar yang kritis dan mempelajari pemikiran-pemikiran
filsafat pada saat itu. Namanya menjadi terkenal karena untuk pertama kali
melontarkan anggapan bahwa adanya konflik antara pemikiran filsafat (rasio)
dengan pemikiran mitos.
Pendapatnya
yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia membantah adanya
antropomorfisme Tuhan-Tuhan, yaitu tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan)
manusia. Karena manusia selalu mempunyai kecenderungan berpikir, Tuhan pun
seperti manusia yang bersuara, berpakaian, dan lain-lainnya. Ia juga membantah
bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai permulaan. Ia juga menolak
anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang banyak dan menekan atas keesaan
Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan-anggapan lama yang berdasar pada
mitologi.[11]
5. Heraclitos ( 535- 475 SM)
Lahir
di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia kecil, dan merupakan kawan dari
Pythagoras dan Xenophanes, akan tetapi lebih tua. Ia mendapat julukan si gelap, karena untuk menelusuri
gerak pikirannya sangat sulit. Hanya dengan melihat fragmen-fragmennya, ia
mempunyai kesan berhati tinggi dan sombong sehingga ia mudah mencela kebanyakan
manusia untuk mengatakan jahat dan bodoh, juga mencela orang-orang terkemuka di
negeri Yunani.
Ia mengemukakan bahwa segala sesuatunya
(yang ada itu) sedang menjadi dan selalu berubah. Ucapannya yang terkenal: panta
rhei kai menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan
tidak satu orang pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Alasannya,
karena air sungai yang pertama telah mengalir, berganti dengan air yang berada
di belakangnya. Demikian juga dengan segala yang ada, tidak ada yang tetap,
semuanya berubah. Akhirnya, dikatakan bahwa hakikat segala sesuatu adalah
menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat menjadi.
Pengetahuan yang sejati adalah
pengetahuan yang berubah-ubah sehingga apa yang disebutnya sebagai realitas
merupakan sesuatu yang khusus, jumlahnya banyak, dan sifatnya dinamis. Realitas
merupakan dunia materi, dimana pada setiap realitas berbeda satu dengan yang
lainnya, dan tidak ada hal yang tetap berlaku umum.
Pemikiran tentang benda, ia mengemukakan
bahwa tiap benda terdiri hal-hal yang sifatnya berlawanan atau bertentangan,
dua ekstrem yang saling bertolak belakang, walaupun demikian, tetap membentuk
kesatuan. Yang satu adalah banyak, dan yang banyak adalah satu. Hal ini berarti
segala hal yang ada mengandung dalam dirinya pertentangan dari dirinya sendiri.
Akan tetapi, justru pertentangan itulah yang mencipta suatu kesatuan,
keharmonisan.[12]
Setiap pertentangan akan mencipta keadilan, seperti: musim dingin dan musim
panas, siang dan malam, bangun dan tidur, cinta dan benci, tua dan muda, dan
sebagainya. Dengan kata lain, musim panas ada karena ada musim dingin.
Kesehatan sebagai sesuatu yang penting karena ada penyakit. Kalau dirumuskan
secara (dengan) terminologi modern bahwa segala sesuatu merupakan sintesis dari
hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Heraclitos yang mengemukakan pendapatnya
bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche
(asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang
perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan
mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap. Walaupun sesuatu itu apabila
dibakar menjadi abu atau asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya
berasal dari api, dan akan kembali ke api.
Menurut pendapatnya, didalam arche
terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh) yang disebut sebagai logos
(akal atau semacam wahyu). Logos inilah yang menguasai dan sekaligus
mengendalikan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat apabila
sesuai dengan logos.[13]
6. Parmenides (540-475 SM)
Ia lahir di kota Elea, kota perantauan
Yunani di Italia Selatan. Dialah yang pertama kali memikirkan tentang hakikat
tentang ada (bieng). Menurut penuturan Plato, pada usia 65 tahun bersama
Zeno berkunjung ke Athena untuk berdialog dengan Socrates yang masa itu
Socrates masih muda. Karya-karyanya berbentuk puisi.[14] Menurut
pendapatnya pengertian dari realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Hal ini
berbeda dengan pendapat Heracleitos yaitu bahwa realitas adalah gerak dan
perubahan.
Mengenai
Hakikat yang Ada (Being)
Ia kagum adanya misteri segala realitas
yang ada. Disitu ia menemukan berbagai (keanekaragaman) kenyataan, dan
ditemukan pula adanya hal yang tetap dan berlaku secara umum. Jadi yang ada
(being) itu satu, umum, tetap dan tidak dapat dibagi-bagi karena membagi yang
ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Yang tidak ada dijadikan dan tidak dapat musnah. Tidak ada kekuatan apapun yang
dapat menandingi yang ada. Tidak ada yang sesuatu pun yang dapat ditambahkan
atau mengurangi terhadap yang ada.
Kesempurnaan yang ada digambarkan, sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke
permukaan semuanya sama. Yang ada disegala tempat, oleh karna nya tidak ada
ruangan yang kosong, maka diluar yang
ada masih ada sesuatu yang lain.[15]
7. Zeno (490-430 SM)
Zeno lahir di Elea,
dan murid dari Parmenides. Sebagai murid dari Parmenides ia dengan gigihnya mempertahankan
ajaran gurunya dengan cara memberikan argumentasi secara baik . Maka, dikemudian
hari ia dianggap sebagai peletak dasar dialektika. Menurut Aristoteles, Zenolah
yang menemukan dialektika, yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari
suatu pengandaian atau hipotesis dan dari hipotesis tersebut ditarik suatu
kesimpulan. Dalam melawan penentang-penentangnya kesimpulan yang diajukan oleh
Zeno dari hipotesis yang diberikan adalah suatu kesimpulan yang mustahil
sehingga terbukti bahwa hipotesis itu salah.[16]
8. Empedocles (490-435 SM)
Lahir
di Akragos, pulau Sicilia. Ia sangat dipengaruhi oleh ajaran kaum Pythagorean,
Parmenides dan aliran keagamaan refisme. Ia pandai dalam bidang
kedokteran, penyair retorika, politik, dan pemikir. Ia menulis karyanya dalam
bentuk puisi, seperti Parmenides.
Empedocles sependapat dengan Parmenides,
bahwa alam semesta di dalamnya tidak ada hal yang dilahirkan secara baru, dan
tidak ada hal yang hilang. Realitas tersusun oleh 4 unsur, yaitu api, udara,
tanah, dan air . Terdapat 2 unsur yang mengatur perubahan-perubahan di alam semesta
ini yaitu cinta dan benci. Cinta mengatur kea rah penggabungan, sedangkan benci
mengatur kearah perceraian atau perubahan. Kedua unsur tersebut dapat meresap
kemana saja. Proses penggabungan dan perceraian ini terjadi secara
terus-meneruss tiada henti-hentinya. Dengan demikian, dalam kejadian di alam
semesta unsur cinta dan benci selalu menyertainya.[17]
9. Anaxagoras (499-420 SM)
Lahir di kota Klazomenai, lonia, kemudian
menetap di Athena selama 30 tahun. Anaxagoras adalah ahli pikir pertama yang
berdomisili di Athena yang menjadi pusat pertama perkembangan filsafat Yunani
sampai abad ke-2 SM.
Ia mengarang sebuah karya dalam sebuah
prosa. Beberapa fragmen dari bagian pertama buku tersebut masih tersimpan.
Menurut kesaksian Aristoteles, Anaxagoras lebih tua daripada Empedoclas, tetapi
buku karyanya muncul setelah karya Empedoclas.
Pemikirannya, realitas bukanlah satu, tetapi
terdiri dari banyak unsur dan tidak dapat di bagi-bagi, yaitu atom. Atom ini
sebagai bagian yang terkecil dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan
jumlahnya tidak terhingga.
Tentang terbentuknya dunia (kosmos), atom-atom
yang berbeda bentuknya itu saling terkait, kemudian di gerakkan oleh puting
beliung. Semakin banyak atom-atom yang bergerak akan menimbulkan pusat gerak
(atom yang padat).[18]
10.
Democritos (460 – 370 SM)
Ia lahir dikota Abdera di pesisir Thrake di
Yunani Utara. Karena ia berasal dari keluarga yang kaya raya, maka dengan
kekayaannya itu ia bepergian ke Mesir dan negeri-negeri Timur lainnya. Dari
karya-karyanya ia telah mewariskan sebanyak 70 karangan tentang bermacam macam
masalah, seperti kosmologi, matematika, astronomi, logika, etika,teknik, music,
puisi, dan lain-lainnya.
Pemikirannya adalah bahwa realitas
bukanlah satu, tetapi banyak unsur dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur
tersebut merupakan bagian materi yang sangat kecil sehingga indra kita tidak
mampu mengamatinya dan tidak dapat dibagi lagi. Unsur-unsur tersebut dikatakan
sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain karena tiga hal yaitu
bentuk, urutan, dan posisinya. Atom-atom ini tidak dijadikan dan tidak dapat
dimusnahkan, tidak berubah, dan tidak berkualitas.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu
selalu bergerak dan menduduki satu tempat. Maka, Democritos berpendapat bahwa
realitas itu ada dua, yaitu atom itu sendiri (yang penuh) dan ruang tempat atom
bergerak (yang kosong).[19]
b.
Yunani
Klasik
Periode Yunani Klasik ini perkembangan
filsafat menunjukkan kepesatan, yaitu ditandainya semakin besar minat orang
terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah
Sofisme. Penanaman aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang
artinya cerdik pandai. Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam
bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos
dan kehidupan manusia di masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat
membawa perubahan budaya dan peradaban Athena.
Antara kaum Sofis dengan Socrates
mempunyai hubungan yang erat sekali. Disamping mereka itu hidup sezaman, pokok permasalahan
pemikiran mereka juga sama, yaitu permasalahan Socrates bukan lagi jagat raya,
tetapi manusia (Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke bumi),
sedangkan kaum Sofis juga memusatkan perhatian pemikirannya kepada manusia.
Bahkan Aristhopanes menyebutkan bahwa sesungguhnya Socrates termasuk kaum
Sofis. Perbedaan antara kaum Sofis dengan Socrates sebagai suatu reaksi dan
kritik terhadap pemikiran kaum Sofis.[20]
1. Socrates (469-399 SM)
Ia anak seorang pemahat Sophroniscos, dan
ibunya bernama Phairnarete, yang pekerjaannya seorang bidan. Istrinya bernama
Xantipe yang dikenal sebagai seorang yang judes (galak dan keras). Ia
berasal dari keluarga yang kaya dengan mendapatkan pendidikan yang baik,
kemudian menjadi prajurit Athena. Ia terkenal sebagai prajurit yang gagah
berani. Karena ia tidak suka terhadap urusan politik, maka ia lebih senang
memusatkan perhatiannya kepada filsafat, yang akhirnya ia dalam keadaan miskin.[21]
Socrates mengarahkan perhatiannya kepada
manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya. Berbeda dengan kaum Sofis, yang
setiap mengajarkan pengetahuannya selalu memungut bayaran, tetapi Socrates tidak
memungut bayaran kepada murid-muridnya. Maka, ia kemudian oleh kaum Sofis
sendiri di tuduh memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan
menentang kepercayaan negara. Kemudian ia di tangkap dan akhirnya dihukum mati
dengan minum racun pada umur 70 tahun yaitu pada tahun 399 SM. Pembelaan
Socrates atas tuduhan tersebut telah ditulis oleh Plato dalam karangannya:
Apologia.
Sejak muda Socrates telah terlihat sifat
kebijaksanaannya, karena selain ia cerdas juga pada setiap perilakunya dituntun
oleh suara batin(daimon) yang selalu membisikkan dan menuntun ke arah keutamaan
moral. Cara memberikan pelajaran kepada muridnya dengan dialog (tanya jawab),
yang bertujuan untuk mengupas kebenaran semu yang selalu menyelimuti para
muridnya. Kebenaran semu tersebut muncul karena ketidaktahuan para muridnya
tentang hal-hal tertentu. Dengan cara dialog pengetahuan semu akan terdobrak
sehingga mampu keluar dan melahirkan pengetahuan yang sejati.
Socrates dengan pemikiran filsafatnya
untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai
nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena
dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.[22]
2. Plato (427 – 347 SM )
Plato adalah pengikut Socrates yang taat
diantara para pengikutnya yang mempunyai pengaruh besar. Selain dikenal sebagai
ahli pikir juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat
banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperoleh secara cukup.[23]
Ia lahir di Athena, dengan nama asli
Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan
Elia, akan tetapi ajarannya yang paling besar pengaruhnya adalah dari nama
Ariston dan ibunya bernama Periktione. Sebagai orang yang dilahirkan dalam
lingkungan keluarga bangsawan ia mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang
bangsawan, bernama Pyrilampes. Sejak anak-anak ia telah mengenal Socrates dan
kemudian menjadi gurunya selama 8 tahun.
Pada usia 40 tahun ia mengujungi Italia
dan Sicilia, untuk belajar ajaran Pythagoras, kemudian sekembalinya ia
mendirikan sekolah: Akademia. Sekolah tersebut dinamakan Akademis, karena
berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. Ia memimpin sekolah
tersebut selama 40 tahun. Ia memberikan pengajaran secara baik dalam bidang
ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama bagi orang-orang yang akan menjadi
politikus.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya,
ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah
(Heracleitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan
yang lewat indra dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh
lewat indra disebutnya pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman. Sementara
itu, pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal.
Pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau
berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak
berubah-ubah.
Sebagai contoh, terdapat banyak segitiga
yang bentuknya berlain-lainan menurut pengetahuan indra atau pengetahuan
pengalaman, tetapi dalam ide atau pikiran bentuk segitiga tersebut hanya satu
dan tetap, dan ini menurut pengetahuan akal.[24]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat Yunani muncul pada abad ke-6 SM,
pada masa itu muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka
menginginkan pertanyaan tentang alam semesta ini jawabannya dapat diterima akal
(rasional). Keadaan yang demikian ini disebut sebagai suatu demitologi. Upaya
para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berpikir kemudian
banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal
pikir secara murni.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya
filsafat Yunani :
1. Bangsa Yunani kaya akan mitos
2. Adanya karya sastraYunani
3. Adanya pengarah ilmu-ilmu pengetahuan
dari Babylonia
Di dalam filsafat Yunani ada banyak
tokoh-tokoh yang muncul untuk mengutarakan pemikirannya, diantaranya yaitu :
A. Masa Yunani Kuno:
1.
Thales
(625-545 SM)
Pendapat: hakikat alam ini adalah air.
2.
Anaximandros
(640-546 SM)
Pendapat: dunia ini hanyalah salah satu
dari bagian dunia lainnya.
3.
Pythagoras
(572- 497 SM)
Pendapat: semesta ini tak lain adalah
bilangan.
4.
Xenophanes
(570 - ? SM)
Pendapat: Tuhan
bersifat kekal dan tidak mepunyai permulaan.
5. Heraclitos (535 – 475 SM)
Pendapat: segala sesuatu yang terjadi
selalu berubah.
6.
Parmenides
(540 – 475 SM)
Pendapat: realitas
adalah bukan gerak dan perubahan.
7. Zeno (490 – 430 SM)
Pendapat: dialektika adalah salah satu
cabang filsafat untuk mengemukakan argumentasi.
8.
Empedocles
(490 – 435 SM)
Pendapat : alam semesta yang dilahirkan
tidak ada yang baru.
9.
Anaxogoras
(499 – 420 SM)
Pendapat: realitas seluruhnya bukan satu
tetapi banyak.
10.
Democritos
(460 – 370 SM)
Pendapat: realitas bukanlah satu ,tetapi terdiri dari
banyak unsur dan jumlahnya tak terhingga.
B. Masa Yunani Klasik
1.
Socrates
(469-399)
Pendapat: menghargai nilai-nilai
jasmaniah dan rohaniah yang tidak dapat dipisahkan.
2. Plato (427–347 SM)
Pendapat: filsafat seolah-olah drama
hidup yang tidak pernah selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum,
Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,
Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
Muzairi, Filsafat Umum, Teras, Yogyakarta, 2015.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar